Kamis, 05 Januari 2012

Pura Puser Tasik Bangbang

Mata Air Kemarau di Pura Puser Tasik Bangbang

PURA Puser Tasik yang terletak di Desa Bangbang Kecamatan Tembuku, Bangli merupakan salah satu pura panyungsungan jagat. Pembangunannya dilakukan pada zaman pemerintahan Raja Masula Masuli pada Icaka 1100 atau tahun 1278 Masehi.


Dalam lontar usana Bali (sejarah pembangunan pura di Bali ditulis I Ketut Soebandi) diceritakan Baginda Raja Masula Masuli yang berstana di Pejeng memanggil seluruh pepatih prapanca, para mantra serta para empu. Di antaranya Empu Geni Jaya, Mpu Semeru, Mpu Gana, Mpu Kuturan, dan Prebekel Bali.

Raja bersabda saat itu agar segera dibangun Parahyangan Tirta Empul sebagai stana Batara Indra dan Parhyangan Mangening stana Batara Suci Nirmala yang bakal mengairi bumi persada. Hal itu membuat suka cita masyarakat Bali. Semua masyarakat menyumbang padas dan bahan bangunan lainnya.

Pembangunan sejumlah pura yang direncanakan Raja Masula Masuli bersama Mpu Rajakreta akhirnya tuntas. Di antaranya Pura Tirtha Mangening, Ukir Gumang, Jampana Manik atau Gulingan, Alas Arum atau Belahan Tirta Kamandalu, Pura Penataran Wulan, Puser Tasik dan Manik Ngereng. Raja mengeluarkan kutukan bagi siapa yang hendak menghentikan pembangunan pura itu. Dalam perkembangannya, berdirilah Desa Bangbang.

Pada Pura Puser Tasik dibangun lagi pura dalam satu palebahan. Di antaranya Pura Luhuring Akasa, Puser Tasik, Puseh, Pura Maksan, Pura Sakenan sehingga di areal Pura Puser Tasik ini berdiri sebuah pelinggih (bangunan suci) berpintu menghadap tiga arah.

Di pura ini ada gedong panyimpenan Puser Tasik dan Luhuring Akasa. Sebuah palinggih berbentuk meru tumpang lima sebagai stana Batara Gede Puseh. Juga ada sebuah palinggih berbentuk sanggaran. Sebuah palinggih berbentuk gedong betel, pasimpangan Batara Gunung Agung, pasimpangan Batara Batur, pasimpangan Batara Gunung Lebah, bale agung dan sebuah bangunan suci disebut dasar (dulu ada sumber mata air), dan lima buah arca Rsi Markendya.

Bendesa Adat Bangbang, Nyoman Kartika, menjelaskan pengempon utama pura ini dulunya adalah Raja Bangli. Namun dalam perkembangannya akhirnya pengempon utama pura ini adalah masyarakat Bangbang. Pujawali di pura ini jatuh pada Buda Kliwon Wuku Ugu. Upacara Ngusaba Agung dilaksanakan setiap 10 tahun sekali pada purnama katiga.

Uniknya, selain banyak arca pralingga, terdapat sebuah mata air yang hanya keluar airnya saat musim kemarau atau menjelang hari pujawali di sebelah timur pura. Kini sumber mata air langka itu telah dibuatkan pelinggih, tidak sembarang orang boleh keluar masuk ke tempat itu.

Sumber mata air itu diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Baik penyakit medis aaupun nonmedis. Makanya banyak pemedek yang memohon tirta ini. Apalagi menjelang pujawali saat ini. (puj)
[Jagat Bali - Balipost Minggu, 20 Pebruari 2011]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar