Selasa, 17 Januari 2012

Penglipuran Bangli

PENGLIPURAN DESA TRADISIONAL BALI



Sangat unik mungkin itu kata yang paling tepat untuk desa adat penglipuran. Corak pintu gerbangnya atau yang disebut dengan “angkul angkul” terlihat seragam satu sama lainnya. Penampilan fisik desa adat juga sangat khas dan indah.  Jalan utama desa adat berupa jalan sempit yang lurus dan berundag undag. Potensi pariwisata yang dimiliki oleh desa adat penglipuran  adalah adatnya yang unik serta tingginya frekuensi upacara adat dan keagamaan.


Meski desa adat penglipuran saat ini sudah tersentuh modernisasi yakni perubahan kearah kemajuan namun tata letak perumahan di masing masing keluarga tetap menganut falsafah Tri Hita Karana.
Sebuah falsafah dalam agama Hindu yang selalu menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, serta manusia dengan Tuhan.
Generasi muda penglipuran yang hampir seluruhnya menikmati pendidikan formal mulai dari SD hingga perguruan tinggi,  tetap melestarikan tradisi yang mereka warisi dari para leluhurnya. Bangunan suci yang terletak di hulu,  perumahan di tengah  dan lahan usaha tani di pinggir atau hilir. 
Rumah masing masing keluarga hampir seragam mulai dari pintu gerbang,  bangunan suci(merajan) dapur, tempat tidur, ruangan tamu, serta lumbung untuk menyimpan padi.
Antara satu rumah dengan rumah lainnya,  terdapat sebuah lorong yang menghubungkannya sebagai tanda keharmonisan mereka hidup bermasyarakat.
Pintu gerbang yang memiliki bentuk yang seragam terletak di sisi timur dan barat serta berhadap hadapan satu sama lainnya. Tembok pekarangan tepatnya dibuat dari tanah liat dengan bentuk dan warna seragam.
Bahan baku bamboo untuk atap angkul angkul tersedia dalam jumlah banyak karena tumbuh subur di desa adat penglipuran. Desa adat penglipuran mempunyai hutan bamboo yang cukup luas dengan sekitar limabelas macam bamboo yang dapat dijadikan sebagai jalur hiking. Keadaan hutan yang masih alami/ menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mengunjunginya.
Sangatlah tepat jika desa adat penglipuran dijadikan sebagai desa tujuan wisata.  Desa wisata semakin populer belakangan ini sebagai alternatif dari pariwisata konvensional.
Sampai saat ini desa wisata penglipuran ramai dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara.Tak jarang, mereka yang datang adalah dari kalangan ilmuwan serta mahasiswa yang tertarik untuk melakukan penelitian di desa adat penglipuran.
Desa adat penglipuran tepatnya berada di Kelurahan Kubu Kabupaten Bangli/ kurang lebih 45 km dari kota Denpasar. Apabila ditempuh dengan kendaraan bermotor akan menempuh  kurang lebih satu jam perjalanan.
Terletak di ketinggian 700 diatas permukaan laut,  menjadikan udara di desa adat penglipuran tergolong dingin. Keasrian desa adat penglipuran dapat dirasakan mulai dari memasuki kawasan pradesa. Balai masyarakat dan fasilitas kemasyarakatan serta ruang terbuka pertamanan,  semakin menambah keaslian alam pedesaan.
Desa adat penglipuran merupakan satu kawasan pedesaan yang memiliki tatanan spesifik dari  struktur desa tradisional. sehingga mampu menampilkan wajah pedesaan yang asri.
Penataan fisik dan struktur desa,  tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun temurun.


Areal pemukiman serta jalan utama desa adat penglipuran adalah areal bebas kendaraan terutama roda empat. Keadaan ini,  semakin memberikan kesan nyaman bagi para wisatawan yang datang. Kata penglipuran berasal dari kata penglipur yang artinya penghibur,  karena semenjak jaman kerajaan , tempat ini adalah salah satu tempat yang bagus untuk peristirahatan.
Selain itu,  menurut masyarakat kata penglipuran juga dipercaya berasal dari kata Pengeling Pura yang berarti sebagai tempat yang suci untuk mengingat para leluhur.
Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani dan kini mereka mulai beralih ke usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga.Dengan memanfaatkan bamboo sebagai bahan bakunya/ menjadikan desa penglipuran sebagai komunitas yang unik diantara kemajuan pulau dewata yang semakin pesat.
Sesuai dengan kosep yang ada, desa adat penglipuran dibagi menjadi tiga bagian yaitu bangunan suci yang terletak di hulu/ perumahan di tengah,  dan lahan usaha tani di pinggir atau hilir. Di Pura Penataran/ masyarakat desa adat penglipuran memuja Dewa Brahma manifestasi Ida Sang Hyang Widi sebagai pencipta alam semesta beserta isinya.
Dan masyarakat desa adat penglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Desa Bayung Gede, Kintamani.Dilihat dari segi tradisi, desa adat ini menggunakan sistem pemerintahan hulu apad.Pemerintahan desa adatnya terdiri dari prajuru hulu apad dan prajuru adapt. Prajuruhulu apad terdiri dari jero kubayan, jero kubahu,  jero singgukan,  jero cacar,  jero balung dan jero pati.
Prajuru hulu apad otomatis dijabat oleh mereka yang paling senior dilihat dari usia perkawinan tetapi yang belum ngelad.Ngelad atau pensiun terjadi bila semua anak sudah kawin atau salah seorang cucunya telah kawin.
Mereka yang baru kawin duduk pada posisi yang paling bawah dalam tangga keanggotaan desa adapt. Menyusuri jalan utama desa kearah selatan anda akan menjumpai sebuah tugu pahlawan yang tertata dengan rapi.
Tugu  ini dibangun untuk memperingati serta mengenang jasa kepahlawanan Anak Agung Gede Anom Mudita atau yang lebih dikenal dengan nama kapten Mudita.Anak Agung Gde Anom Mudita,  gugur melawan penjajah Belanda pada tanggal 20 November 1947. Taman Pahlawan ini dibangun oleh masyarakat desa adat penglipuran sebagai wujud bakti dan hormat mereka kepada sang pejuang.Bersama segenap rakyat Bangli,  Kapten Mudita berjuang tanpa pamrih demi martabat dan harga diri bangsa sampai titik darah penghabisan. 

Desa Pelaga

Mengagumi Keindahan Wisata Agro Pelaga

Kesejukan dan suasana yang sangat nyaman serta-merta menyeruak tatkala Anda menginjakkan kaki di Desa Pelaga. Desa yang menjadi salah satu kawasan wisata di Pulau Dewata ini ternyata menyimpan mahkotanya yang lain: Agro Pelaga. Wisata agri ini berada di ketinggian sekitar 750 meter diatas permukaan laut (dpl) sehingga udaranya sejuk. Dari desa yang ditinggali penduduk, kawasan agri ini terletak tak begitu jauh sehingga mudah untuk dijangkaunya.
Sebagaimana layaknya wisata agri lainnya, Kawasan Agri Pelaga juga berciri khas tanaman yang menjadi objek dimulai dari proses pembibitan, penanaman, perawatan sampai pemetikan. Ada berbagai rupa dan bentuk tanaman disini, mulai dari berbagai macam bunga, sayur-sayuran dan buah-buahan. Diluar itu semua, yang menjadi nilai tambah dan daya tarik lainnya ialah pemandangan alamnya yang sangat indah dan kesejukan udaranya.
Kawasan agri ini memiliki luas sekitar 18 hektar. Adapun sistem disini menggunakan pengairan tetes—yang berbeda dengan sistem pengairan di Subak yang cenderung menggunakan sistem yang masih tradisional. Dengan menerapkan sistem tetes ini memungkinkan untuk melakukan pengaturan aliran air secara lebih efektif dan efisien, dimana sangat cocok untuk perkebunan. Juga terdapat ternak unggas di sekitar sini, seperti sapi, kambing, ikan, dan lainnya.
Adapun beberapa fasilitas wisata yang bisa dimanfaatkan oleh pengunjung diantaranya;
-  Hiking, yang memungkinkan pengunjung untuk berjalan kaki mengeksplorasi segala bentuk keindahan yang ada di kawasan agri ini baik itu pemandangan alamnya, maupun keindahan perkebunan yang terdiri dari sayuran, buah, bunga dan ikan-ikan di kolam.
-  Tour mengunjungi properti dengan menggunakan buggy.
-  Cycling, yang dapat dilakukan di luar kawasan agro yakni di sekitar Desa Tihingan.
-  Melihat dan menikmat berbagai macam burung yang juga hidup disini. Anda berkemungkinan untuk mendengarkan alunan merdu burung-burung bernyanyi disini.
-  Children playground, yang disediakan secara khusus oleh pihak agro untuk mereka yang datang disertai dengan anak-anaknya.
Lokasi
Kawasan Wisata Agro Pelaga berada di Desa Petang, Kecamatan Pelaga, tepat disebelah utara Kabupaten Badung, Provinsi Bali –Indonesia.

Pura Alas Kedaton

Pura Alas Kedaton 

 

Sudahkah Anda mendengar nama Alas Kedaton? Jika belum, maka sangat disayangkan karena surga kera ini menyajikan panorama hutan dan aneka satwa yang bisa dinikmati. Bali ternyata tak hanya menyuguhkan wisata pantai dan gunung yang menawan, namun juga hutannya pun begitu molek dan asri.

Alas Kedaton adalah tempat wisata yang cukup ternama di Pulau Bali yang memiliki ciri khas hutannya yang lebat dan asri, serta didiami berbagai macam satwa-satwa yang menggemaskan dan lucu, seperti kera dan kelelawar. Dengan luas lahan sekitar 6,5 hektar, Alas Kedaton dihuni oleh populasi keranya yang mencapai 1.800 ekor. Alas kedaton hingga kini sangat terjaga kelestariannya karena adat-istiadat penduduknya yang berpantang untuk menebang pohon sembarangan, apalagi jika sampai melakukan penggundulan hutan.
Pura dalam Hutan

Didalam hutannya ada sebuah pura yang dinamakan Pura Alas Kedaton. Pura ini dikelilingi oleh hutan yang lebat dengan aneka macam tetumbuhan dan hewan yang hidup didalamnya. Ketika wisatawan mengunjungi area tersebut, maka terlihat beberapa pemandu jalan bersiap untuk mengantar dan menjelaskan segala hal yang terdapat di Alas Kedaton. Ketika pengunjung baru beberapa meter saja memasuki area Alas Kedaton,  dijamin akan banyak kera yang menyambangi, makanya sejak awal perlu dipersiapkan makanan kecil seperti kacang tanah, untuk memberi makan kera-kera tersebut.

Terkadang para pengunjung akan sangat digemaskan oleh tingkah dan ulah nakalnya. Gerombolan kera tersebut juga memiliki indera penciuman sangat tajam, sebabnya jangan sampai ada makanan sekecil apapun yang diselipkan di tas atau kantong baju/celana. Kacang yang disimpan dalam saku paling dalampun misalnya, bisa tercium oleh mereka. Namun demikian, para pengunjung diharapkan jangan takut karena kera-kera tersebut tak akan menggigit kalau tidak diganggu.
Empat Pintu


Di Pura Alas Kedaton atau sering juga disebut dengan Pura Dalem Kahyangan sering diadakan upacara Piodalan yang biasanya jatuh pada hari Anggaran Kasih (Selasa), 20 hari pasca warga Bali merayakan Hari Galungan. Upacara tersebut dilaksanakan dimulai pada pagi hari dan akan berakhir menjelang matahari tenggelam. Halaman bagian dalam pura sendiri dianggap tempat yang paling suci dan letaknya lebih rendah dibandingkan dengan halaman di tengah dan di luar pura.
Lazimnya sebuah bangunan atau tempat suci lainnya yang memiliki pintu paling banyak dua buah, Pura Alas Kedaton memiliki sampai empat buah dengan pintu sebelah Barat menjadi pintu utama.
Ke Alas Kedaton
Objek wisata reliji ini berada di Desa Kukuh, Kecamatan Marga , sekitar 4 km dari Tabanan. Untuk menuju ke lokasi pura ini cukup ditempuh dengan waktu sekitar 40 menit dari Kuta dengan melalui daerah Denpasar-Bedugul, dan ketika sudah sampai di Desa Denkayu Mengwi, belok kiri kurang lebih sekitar 5 km.

Pura Batu Klotok

Pura Batu Klotok 

 


Seolah telah ditakdirkan bahwa apapun yang ada di Bali entah itu lokasi wisata alam seperti pantai, laut, pegunungan, danau, cagar alam, atau yang dikreasikan oleh manusia seperti berbagai kesenian, kebudayaan, kerajinan, atau tempat peribataan selalu menyedot wisatawan yang datang. Apapun itu sepanjang berada di Bali pasti akan diburu oleh para wisatawan baik asing maupun domestik. Begitu juga dengan Pura Batu Klotok yang terletak di Kabupaten Klungkung.
Keindahan Alam Sekitar Pura

Pura Batu Klotok ini termasuk dalam Pura Kahyangan Jagat yang terdapat di Bali. Pura ini kerap kali dijadikan sebagai tempat pemujaan Ida Bhatara Brahma atau Pesanggarahan Ida Betara Besakih. Pura ini juga oleh masyarakat setempat difungsikan sebagai tempat memohon keselamatan supaya tanah pertanian menjadi subur, makmur, gemah ripah lohjinawi.


Apa menariknya Pura Batu Klotok? Selain tempatnya sakral, pura ini dikelilingi oleh panorama alam yang menakjubkan. Alam pesisir pantai yang begitu memesona dengan latar belakang pesawahan dan Gunung Agung yang tampak dari kejauhan menjadikan Pura Batu Klotok ini semakin lengkap dan sulit untuk tak masuk daftar kunjungan Anda ketika di Bali. Dari pura ini juga pengunjung dipastikan dapat melihat keindahan gugusan Pulau Nusa Penida yang terletak tak begitu jauh dari Batu klotok. Waktu yang paling ramai di pura ini adalah ketika datangnya bulan purnama dan menjelang Tahun Baru Saka dimana banyak Umat Hindu yang datang dengan tujuan untuk bersembahyang.

Sebagaimana umumnya pura, Pura Batu Klotok juga memiliki bagian-bagian yang terdiri dari Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala. Di bagian Nista Mandala atau bagian luar pura terdapat Candi Bentar, Pelinggih Sanghyang Kala Sunia, Arca Dwapala, Bale Pawedaan, Pelinggih Ida Batara Dalem Ped, dan juga panggung. Sedangkan di bagian Madya Mandala (bagian tengah pura) terdapat pelinggih atau tempat pemujaan Sang Kala Sunyah, Penghayatan Ratu Gede Penataran Ped, Bale Pemedek, Bale Gong, dan Bale Kulkul.


Sedangkan di Utama Mandala (bagian dalam) terdapat Pelinggih Ida Batara Watu Makocok (Makocel). Di Makocel dinilai memiliki kekuatan spiritual yang sangat tinggi sehingga pelinggih ini kerap dijadikan sebagai tempat untuk memanggil kekuatan alam supaya dianugerahi keselamatan, kesuburan dan kesejahteraan.

Lokasi Batu Klotok

Pura ini terletak di Banjar Celepik, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung. Lokasinya berada di pinggiran Pantai Batu Klotok atau sekitar 5 km ke arah selatan Kota Semarapura. Jika ditempuh dari Denpasar berjarak sekitar 42 km atau sekitar 1 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Pura Goa Lawah

 Pura Goa Lawah

 

Pernahkah Anda berkunjung ke Pura Goa Lawah? Jika belum, sempatkanlah untuk berwisata kesana karena selain bisa menenangkan bathin dengan berkunjung ke lokasi wisata relijius, juga pemandangan alam yang terdapat di sekitarnya sangat memanjakan mata. Pura Goa Lawah merupakan sebuah pura yang terletak di Gua Kelelawar di Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan.

Bisa dipastikan bahwa ketika Anda hendak menuju ke Candikasi, maka akan melewati Pura Goa Lawah ini. Lokasinya sangat strategis karena terletak diantara Kabupaten Klungkung dan Karangasem. Pura Goa Lawah sendiri merupakan sebuah kompleks pura yang lumayan luas dan berada di sisi kiri jalan jika Anda menuju ke Karangasem dan tepat di seberangnya adalah pantai yang memiliki pasir hitam. Pura Goa Lawah merupakan salah satu dari sembilan Pura Sad Khayangan.
Bagian-bagian Pura

Ketika Anda memasuki pura ini, maka akan langsung disambut oleh dua pohon beringin besar di sebuah kawasan taman yang cukup luas dan sangat terawat dengan baik. Kemudian masuk ke ruangan tengah, maka akan ditemukan tiga buah bale di tiga sudut kompleks. Bale atau bangunan terbuka yang tak memiliki atap, biasanya digunakan untuk menyiapkan persembahan atau tempat bagi kelompok gamelan untuk memainkan berbagai instrumen mereka.

Jika Anda sudah maduk di bagian tengah, maka dipastikan bahwa pengunjung tak akan melihat pura besar melainkan pura tua dan tentu sebuah gua yang dipenuhi dengan kelelawar yang disebut dengan Gua Kelelawar. Dibagian tengah ini juga terdapat sebuah Kuil Siwa yang sejatinya telah dipuja sejak sekitar tahun 1000 masehi. Terdapat juga lukisan Naga Basuki di sebuah bale yang konon dipercaya bahwa sang naga mampu menjaga keseimbangan bumi. Pernah ada yang menyebutkan bahwa seorang pangeran dari Mengwi pernah bersembunyi di gua ini dengan maksud untuk berlindung dan mengikuti jalan terowongan gua yang muncul di Pura Besakih di lereng Gunung Agung.


Kegiatan kagamaan berlangsung setiap hari di Pura Goa Lawah. Masyarakat yang tinggal di sekitar Pura membawa persembahan ke Pura setiap pagi, sore, dan malam hari. Oleh karena itu Pura ini diurus dengan baik. Lebih banyak peziarah datang pada saat bulan purnama. Dan juga sebelum hari raya besar seperti Nyepi, pemeluk Hindu dari desa-desa sekitar melakukan ritual Melasti. Melasti adalah upacara ketika umat berjalan kaki dari Pura ke laut dalam sebuah prosesi membawa benda-benda sakral untuk disucikan di laut.

Pura Tanah Lot

Pura Tanah Lot 


Nama Tanah Lot tentunya tak asing bagi para wisatawan yang telah berulang kali datang ke Bali. Jangankan yang telah datang berulang kali, masyarakat yang berada di luar wilayah Bali pun sudah sering mendengar nama objek wisata sangat indah ini entah dari televisi, koran, internet, cerita teman, dsb. Tanah Lot memang menyajikan keindahan alam yang menakjubkan yang sulit untuk menemukan tandingannya.






Di Tanah Lot ada bangunan pura yang didirikan pada abad ke-15 M dimasa Pedanda Bawu Rawuh atau Danghyang Nirartha yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Ketika itu, penguasa Tanah Lot, Bendesa Beraben dikabarkan iri terhadap kesaktian Danghyang Nirartha yang mampu menaklukkan dan membuat simpati masyarakat Bali. Lantas Bendesa Beraben menyuruh Danghyang Nirirtha untuk meninggalkan tanah Bali. Beliau pun menyanggupi, namun sebelum ia meninggalkan Tanah Lot, dengan kekuatan dan kekuasaannya ia memindahkan sebuah bongkahan batu besar ke tengah pantai dan membangun pura disana.

Danghyang Nirirtha juga merubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Sampai kinipun ular- tersebut masih ada, dimana secara ilmiah ular tersebut termasuk ular laut yang memiliki ciri-ciri fisik seperti berekor pipih laiknya ikan, berwarna hitam dan memiliki belang kuning di tubuhnya, serta racunnya yang tiga kali lebih mematikan dibandingkan racunnya ular kobra.

Keindahan pura ini tak terlukiskan karena pura ini terletak di tengah laut atau terpisah dari daratan. Di sekitar pura ini terdapat beberapa pura lainnya yang berukuran lebih kecil, diantaranya adalah pura Pekendungan. Dibagian barat terdapat mata air tawar yang dianggap suci oleh Umat Hindu. Sementara dibagian bawahnya terdapat beberapa gua dimana didalamnya hidup banyak ular berukuran besar, sedang maupun kecil dengan aneka warna. Meski demikian ular-ular tersebut tak berbahaya apabila tidak diganggu oleh pengunjung yang datang. Kalau air laut surut maka pengunjung bisa langsung mendatangi pura untuk bersembahyang atau sekadar menikmati keindahan pantai. Namun kalau air laut sedang pasang, maka pura akan nampak seperti perahu yang terapung diatas air.
Lokasi
Objek wisata Pura Tanah Lot ini terletak di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Atau sekitar 13 km dari Kota Tabanan yang bisa ditempuh dengan 10-15 menit saja.

Pura Tirta Empul

Pura Tirta Empul Tampaksiring


Selain objek wisata alam, Bali juga terkenal dengan peninggalan puranya yang merupakan hasil dari kreasi olah pikir, rasa, dan cipta para pendahulunya. Salah satu pura yang masyhur di Bali adalah Pura Empul Tampaksiring yang berlokasi di sebuah desa sekitar 36 km dari Ibukota Denpasar. Di lingkungan pura ini terdapat beberapa bangunan bersejarah lainnya diantaranya yakni Istana Presiden yang dibangun dimasa pemerintahan presiden Soekarno.
Ihwal Nama Pura

Sebagai tempat yang merupakan peninggalan sejarah dipastikan selalu memiliki histori dibalik namanya. Demikian juga dengan Pura Tirta Empul Tampaksiring. Dalam sejarahnya nama pura ini diambil dari nama mata air yang terdapat dibagian dalam pura yang bernama Tirta Empul. Jika ditelaah secara etimologi nama Tirta Empul memiliki arti air yang menyembul keluar dari tanah sehingga memiliki arti bahwa air suci yang menyembur keluar dari tanah.

Air di pura ini mengalir ke sungai Pakerisan. Pura ini diperkirakan dibangun sejak zaman Raja Chandra Bhayasingha dari Dinasti Warmadewa. Pura ini dibagi menjadi tiga bagian yakni Jaba Pura atau halaman muka, Jaba Tengah atau halaman tengah, dan Jeroan atau bagian dalam pura. Di bagian tengah pura ini terdapat dua buah kolam persegi empat dimana kolam tersebut memiliki sekitar 30 buah pancuran yang berderet dari timur ke barat menghadap ke selatan. Masing–masing pancuran itu menurut tradisi mempunyai nama tersendiri diantaranya pancuran Pengelukatan, Pebersihan, Sudamala dan Pancuran Cetik (racun).

Pancuran Cetik dan nama Tirta Empul ada hubungannya dengan mitologi yaitu pertempuran Mayadenawa Raja Batu Anyar (Bedahulu) dengan Bhatara Indra. Dalam mitologi itu diceritakan bahwa Raja Mayadenawa bersikap sewenang–wenang dan tidak mengijinkan rakyat untuk melaksanakan upacara–upacara keagamaan untuk mohon keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Setelah perbuatan itu diketahui oleh Para Dewa, maka para dewa yang dikepalai oleh Bhatara Indra menyerang Mayadenawa. Akhirnya Mayadenawa dapat dikalahkan dan melarikan diri sampailah disebelah Utara Desa Tampak siring. Akibatnya kesaktian Mayadenawa menciptakan sebuah mata air Cetik (racun) yang mengakibatkan banyaknya para laskar Bhatara Indra yang gugur akibat minum air tersebut. Melihat hal ini Bhatara Indra segera menancapkan tombaknya dan memancarkan air keluar dari tanah (Tirta Empul) dan air Suci ini dipakai memerciki para Dewa sehingga tidak beberapa lama bisa hidup lagi seperti sedia kala.


Lokasi
Tirta Empul adalah sebuah pura yang terletak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali.

Pura Rambutsiwi

Pura Rambutsiwi


Rambutsiwi yang dikenal sebagai objek wisata merupakan lingkungan sebuah pura yang bernama Pura Rambutsiwi. Lokasi pura ini begitu menawan karena dikelilingi oleh pesawahan yang membentang luas dan berundak-undak khas Bali, dimana di sebelah selatannya terdapat gundukan tebing dan batu karang yang lumayan curam. Jika pengunjung bersedia menaiki tebing maka akan terlihat hamparan warna biru Samudera Indonesia yang dihiasi dengan deburan ombak.
Lingkungan Rambutsiwi

Di sebelah barat daya lingkungan pura ada balai yang disediakan secara khusus untuk menikmati sajian alam yang indah berupa panorama laut yang membentang sampai sejauh mata memandang. Tepat disebelah selatan, tak jauh dari tempat istirahat tersebut terdapat undakan yang biasa digunakan untuk menuruni sampai ke pantai. Di pinggir pantai, pada sebuah tebing batu karang terdapat sebuah goa yang dianggap suci oleh masyarakat sekitar. Suasana di Rambutsiwi tersebut sangat tenang, nyaman dan damai sangat tepat untuk menenangkan fikiran dan bersantai.

Di sebelah utara lingkungan pura terbentang jalan raya Denpasar-Gilimanuk. Di tempat tersebut terdapat penyawangan atau tempat memandang ke lingkungan Pura Rambutsiwi.
Di sini biasanya umat Hindu yang melintasi jalur perjalanan tersebut berhenti sejenak untuk menghaturkan sembah mohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di sekitar lingkungan pura (terutama di sebelah timur dan barat) ada tempat-tempat istirahat untuk melepas lelah sementara sambil melihat-lihat keindahan alam disekitarnya. Disamping itu terdapat pula disana pameran lukisan maupun barang-barang souvenir lainnya yang dipajang setiap hari.


Fasilitas
Rambutsiwi telah didukung dengan sarana dan prasarana, seperti sudah tersedianya tempat parkir, toilet umum, wantilan dan bangunan sasana budaya untuk tempat pertemuan. Di pinggir jalan raya di sebelah Utara terdapat warung-warung yang menjual makanan dan minuman. Di sekitar lingkungan pura (terutama di sebelah timur dan Barat) ada tempat-tempat istirahat untuk sementara melepaskan lelah sambil melihat-lihat keindahan alam sekitarnya. Disamping itu terdapat pula di sana pameran lukisan maupun barang-barang souvenir lainnya yang dipajang setiap harinya.

Lokasi

Rambutsiwi terletak di pinggir pantai selatan Pulau Bali bagian barat yang termasuk wilayah Desa Yehembang Kangin, Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana.

PuraTaman Ayun

PuraTaman Ayun


Di Bali rasanya mau ke tempat wisata apapun serba ada, mulai dari wisata pantai, gunung, danau, kebun binatang, sampai wisata reliji ke pura-pura. Pura Taman Ayun merupakan pura yang cukup terkenal di Bali dan sering dijadikan sebagai objek wisata—selain tempat beribadah umat Hindu Bali, tentunya. Pura Taman Ayun memiliki usia yang sudah sangat tua sekitar 400-an tahun (dibangun sekitar tahun 1634). Di setiap sudut Pura Taman Ayun tercermin nilai eksotika yang luhung menggambarkan si pembuatnya yang mengerti ihwal keindahan dan keserasian hidup.
Lingkungan Taman
Sebagaimana telah disebutkan bahwa lingkungan Pura Taman Ayun merupakan lingkungan kerajaan yang telah ada sejak tahun 1634. Lingkungan pura ini dikelilingi oleh kolam yang berisi bunga teratai. Lingkungan Taman Pura Ayun juga terbagi menjadi tiga halaman dan ditumbuhi oleh beberapa tumbuhan hijau dan rerumputan yang dielihara dengan rapi, juga dihiasai barisan maru, Paibon dan Padmasana Singgasana Sang Hyang Tri Murti.

Tepat di seberang lingkungan pura ini terdapat sebuah museum yang dinamakan Museum Manusa Yadnya, yakni museum upacara kemanusiaan sejak manusia masih berada dalam kandungan sampai akhir hayat dan mayatnya dibakar (Ngaben). Demikian pula dikanan dan kiri pura diwarnai dengan kerapian kompleks perkampungan masyarakat tradisional setempat. Tak hanya itu, di seberang jalan terdapat jeram-jeram yang menantang dengan parit-parit yang berkelok-kelok.
Fasilitas
Di sebelah barat Taman Ayu terdapat bangunan Wisata Mandala yang dilengkapi dengan bar dan restauran untuk kepentingan para wisatawan. Demikian pula warung-warung yang menjual makanan dan minuman banyak pula ada di sebelah Selatan lingkungan Pura. Di sana juga ada Museum Manusa Yadnya yang memamerkan “Daur Hidup”, taman bunga, toilet dan sarana parkir yang cukup memadai.






Lokasi Taman Ayun

Taman Ayun terletak di Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Dari kota Denpasar jaraknya lebih kurang 18 km menuju arah barat laut mengikuti jalan jurusan Denpasar-Singaraja melalui Bedugul. Agar sampai di lokasi lingkungan Pura dengan menggunakan kendaraan bermotor memerlukan waktu perjalanan sekitar 25 menit. Kendaraan umum juga ramai lalu lalang dari pagi hingga sore hari, sehingga masalah transportasi tidak ada kesulitan.

Pura Mangening

Pura Mangening


Pernahkah Anda mendengar atau bahkan mengunjungi Pura Mangening? Atau jangankan berkunjung, mendengar saja baru kali ini. Tapi, jangan khawatir baca saja artikel ini sampai tuntas baru akan ditemukan apa saja kelebihan pura dan karenanya Anda bisa menilai sendiri apakah Pura Mangening layak masuk daftar kunjungan jika ke Bali atau tidak. Yang jelas kami menyarankan sesekali untuk mengetahui dan menghormati peradaban dan peninggalan budaya masa lampau maka mengunjungi situs-situs purbakala yang sarat nilai sejarah menjadi keharusan sebagai bahan fikir dan merenung.
Lingga-Yoni

Konon yang menjadi daya tarik Pura Mangening adalah keberadaan Lingga-Yoni yang merupakan peninggalan sejarah yang  tinggi nilainya. Selain Lingga-Yoni, terdapat pula arca-arca kuno yang sudah rusak sehingga tak lagi dapat dikenali dan diketahui ihwal umur dan pembuatnya. Lingkungan pura ini terletak tak jauh dari sebelah utara lingkungan Pura Gunung Kawi Tampak Siring, dan sebelah selatan jalan menuju Pura Tirta Empul.

Lokasi pura yang cukup strategis rupanya banyak mengundang kedatangan para wisatawan mancanegara untuk datang melihat bangunan dan situs kesejarahan lainnya di lingkungan Pura Mangening. Di pura ini ditemukan pula bekas ambang pintu yang kemudian membuat kepenasaran otoritas setempat yang kemudian mengadakan penggalian dan penyelamatan. Maka Suaka Sejarah dan Purbakala Bali mulai melakukan penelusuran dan berhasil menemukan sisa-sisa bangunan kuno yang diduga berbentuk sebuah prasada yang sangat mungkin berasal dari Anak Wungsu.
Asal-usul Nama Mangening

Konon nama Pura Mangening berasal dari kata “maha” dan “ening”. Pura Mangening merupakan salah satu tempat Raja Udayana dan keluarga kerajaan untuk melakukan upaya kerohanian dalam membangun diri yang “maha ening”. Dalam setiap periodenya di pura ini sering digelar upacara Piodala yang jatuh pada Saniscara Pon Wuku Cinta. Upacara yang digelar dengan maksud untuk penyucian dan berharap mendapatkan berkah.

Dilain sisi, menurut Mantan Kepala Kantor Purbakala Bali MP. Sukarto K. Atmodjo, nama Pura Mangening berasal dari kata “cening” yang berarti anak. Karena dalam salah satu prasasti yang ada hubungannya dengan Raja Udayana menyatakan bahwa Lumahi Banyu Wka yang artinya wafat di air wka inilah yang diduga berasal dari “Oka” dengan diidentikkan dengan anak.






Lokasi

Pura ini terletak 15 KM dari kota Gianyar dan 37 KM dari kota Denpasar. Pura ini terletak tidak jauh di sebelah utara lingkungan Pura Gunung Kawi Tampaksiring. Untuk menuju ke pura ini, wisatawan melalui jalan setapak menuju lingkungan Pura Gunung Kawi ditepi sungai Pakerisan.

Pura Goa Gajah

Pura Goa Gajah


Ketika Anda mendengar nama Goa Gajah pasti langsung terbersit difikiran bahwa goa tersebut banyak gajahnya, atau bahkan goa tersebut dibuat untuk dihuni para gajah. Lantas, benarkah seperti itu? Goa Gajah ini merupakan salah satu situs peninggalan sejarah di Nusantara. Sebenarnya yang disebut Goa Gajah tersebut merupakan bangunan sebuah pura, namun karena bentuknya yang menyerupai gajah maka dinamakan Pura Goa Gajah.

Dari mana asal kata Goa Gajah? Kata ini sebenarnya berasal dari Lwa Gajah, sebuah kata yang muncul pada lontar Kertagama yang disusun oleh Mpu Prapanca sekitar tahun 1365 M dan dibangun pada sekitar abad ke-11. Seperti halnya nasib situs-situs bersejarah lainnya, situs ini juga pernah tertimbun tanah sebelum akhirnya ditemukan kembali pada sekitar tahun 1923.
Keindahan Goa Gajah

Ketika hendak masuk ke objek wisata ini, pengunjung harus terlebih dahulu memakai selendang yang telah disediakan di loket sebelum masuk. Kemudian pengunjung akan melewati jalan setapak yang menurun dan berundak-undak mendekati lokasi wisata. Goa Gajah sendiri telah mulai menampakkan keindahannya dari ketinggian karena memang posisinya yang berada dibawah. Setelah mendekat di bibir goa, maka pengunjung bisa langsung menikmati keindahan pahatan mulut goa dengan gaya khas Bali yang melambangkan hutan lebat dan makhluk hidup penghuninya.

Ada banyak peninggalan di Goa Gajah tersebut. Diantaranya Tri Lingga yang dipercaya merupakan lambang kesuburan oleh masyarakat sekitar, dan juga Patung Ganesha sebagai simbol ilmu pengetahuan yang pula terdapat di dalam goa yang berbentuk huruf T itu. Selain itu, didalam goa juga terdapat kolam pertitaan dengan tujuh patung widyadara-widyadari yang tengah memgang air suci.

Total patung yang berada didalamnya sebenarnya ada tujuh, namun yang tersisa tinggal enam karena satu patungnya dipindahkan oleh petugas ke lokasi lain akibat gempa beberapa waktu silam. Konon ketujuh pancuran ini sebagai perlambang tujuh sungai penting yang sangat dihormati di India. Tidak jauh dari tempat pemandian terlihat susunan batu padas yang merupakan serpihan atau puing-puing bangunan kuno yang belum teridentifikasi asal-usulnya serta bentuk bangunan aslinya.
Lokasi

Pura Goa Gajah terletak di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar. Jaraknya dari Denpasar Kurang lebih 26 Km, sangat mudah dicapai. Di sana ada kios-kios kesenian dan Rumah makan. Pura ini di lingkupi oleh persawahan dengan keindahan ngarai sungai Petanu, berada pada jalur wisata Denpasar – Tampaksiring – Danau Batur – Kintamani.